1. Ketua Lembaga Kajian Sosial Masyarakat (LKSM) - Cabang Solok

2. Sekretaris Forum Redam Korupsi (FORK) – Cabang Solok

Jumat, 17 Januari 2014

Berbagai Upaya Dalam Mewujudkan Kerukunan Umat Beragama

Menciptakan kerukunan umat beragama baik di tingkat daerah, provinsi,maupun pemerintah merupakan kewajiban seluruh warga negara beserta instansi pemerintah lainnya. Mulai dari tanggung jawab mengenai ketentraman, keamanan, dan ketertiban termasuk memfasilitasiterwujudnya kerukunan umat beragama, menumbuh kembangkan keharmonisan saling pengertian, saling menghormati,dan salingpercaya di antara umat beragama bahkan menertibkan rumah ibadah.

Dalam hal ini untuk menciptakan kerukunan umat beragama dapat dilakukan dengan cara-cara sebagai berikut:
1. Saling tenggang rasa, menghargai, dan toleransi antar umat beragama
2. Tidak memaksakan seseorang untuk memeluk agama tertentu.
3. Melaksanakan ibadah sesuai agamanya
4. Mematuhi peraturan keagamaan baik dalam agamanya maupun peraturan Negara atau Pemerintah.
 
Sikap tenggang rasa, menghargai,dan toleransi antar umat beragama merupakan indikasi dari konsep trilogi kerukunan.Seperti dalam pembahasan sebelumnya upaya mewujudkan dan memelihara kerukunan hidup umat beragama, tidak boleh memaksakan seseorang untuk memeluk agama tertentu. Karena hal ini menyangkut hak asasi manusia (HAM) yang telah diberikan kebebasan untuk memilih baik yang berkaitan dengan kepercayaan, maupun diluar konteks yang berkaitan dengan hal itu. Kerukunan antar umat beragama dapat terwujud dan senantiasa terpelihara, apabila masing-masing umat beragama dapat mematuhi aturan-aturan yang diajarkan oleh agamanya masing-masing serta mematuhi peraturan yang telah disahkan Negara atau sebuah instansi pemerintahan. Umat beragama tidak diperkenankan untuk membuat aturan-aturan pribadi atau kelompok, yang berakibat pada timbulnya konflik atau perpecahan diantara umat beragama yang diakibatkan karena adanya kepentingan ataupun misi secara pribadi dan golongan.
Selain itu,agar kerukunan hidup umat beragama dapat terwujud dan senantiasa terpelihara, perlu memperhatikan upaya-upaya yang mendorong terjadinya kerukunan secara mantap dalam bentuk. :
1. Memperkuat dasar-dasar kerukunan internal dan antar umat beragama, serta antar umat beragama dengan pemerintah.
2. Membangun harmoni sosial dan persatuan nasional, dalam bentuk upaya mendorong dan mengarahkan seluruh umat beragama untuk hidup rukun dalam bingkai teologi dan implementasi dalam menciptakan kebersamaan dan sikap toleransi.
3. Menciptakan suasana kehidupan beragama yang kondusif, dalam rangka memantapkan pendalaman dan penghayatan agama serta pengamalan agama, yang mendukung bagi pembinaan kerukunan hidup intern umat beragama dan antar umat beragama.
4. Melakukan eksplorasi secara luas tentang pentingnya nilai-nilai kemanusiaan dari seluruh keyakinan plural umat manusia, yang fungsinya dijadikan sebagai pedoman bersama dalam melaksanakan prinsip-prinsip berpolitik dan berinteraksi sosial satu sama lainnya dengan memperlihatkan adanya sikap keteladanan.
5. Melakukan pendalaman nilai-nilai spiritual yang implementatif bagi kemanusiaan yang mengarahkan kepada nilai-nilai ketuhanan, agar tidak terjadi penyimpangan-penyimpangan nila-nilai sosial kemasyarakatan maupun sosial keagamaan.
6. Menempatkan cinta dan kasih dalam kehidupan umat beragama dengan cara menghilangkan rasa saling curiga terhadap pemeluk agama lain, sehingga akan tercipta suasana kerukunan yang manusiawi tanpa dipengaruhi oleh faktor-faktor tertentu.
7. Menyadari bahwa perbedaan adalah suatu realita dalam kehidupan bermasyarakat, oleh sebab itu hendaknya hal ini dijadikan mozaik yang dapat memperindah fenomena kehidupan beragama.

Dalam upaya memantapkan kerukunan itu, hal serius yang harus diperhatikan adalah fungsi pemuka agama, tokoh masyarakat dan pemerintah. Dalam hal ini pemuka agama, tokoh masyarakat adalah figur yang dapat diteladani dan dapat membimbing, sehingga apa yang diperbuat mereka akan dipercayai dan diikuti secara taat. Selain itu mereka sangat berperan dalam membina umat beragama dengan pengetahuan dan wawasannya dalam pengetahuan agama.

Kemudian pemerintah juga berperan dan bertanggung jawab demi terwujud dan terbinanya kerukunan hidup umat beragama. Hal ini menunjukkan bahwa kualitas umat beragama di Indonesia belum berfungsi seperti seharusnya, yang diajarkan oleh agama masing-masing. Sehingga ada kemungkinan timbul konflik di antara umat beragama. Oleh karena itu dalam hal ini, ”pemerintah sebagai pelayan, mediator atau fasilitator merupakan salah satu elemen yang dapat menentukan kualitas atau persoalan umat beragama tersebut. Pada prinsipnya, umat beragama perlu dibina melalui pelayanan aparat pemerintah yang memiliki peran dan fungsi strategis dalam menentukan kualitas kehidupan umat beragama, melalui kebijakannya. Dalam rangka perwujudan dan pembinaan di tengah keberagaman agama budaya dan bangsa, maka ” Said Agil Husin Al Munawar mengungkapkan bahwa kerukunan umat beragama memiliki hubungan yang sangat erat dengan faktor ekonomi dan politik. Di samping faktor-faktor lain seperti penegakkan hukum, pelaksanaan prinsip-prinsip keadilan dalam masyarakat dan peletakkan sesuatu pada proporsinya”. Dalam kaitan ini strategi yang perlu dilakukan adalah sebagai berikut:
1. Memberdayakan institusi keagamaan, artinya lembaga-lembaga keagamaan kita daya gunakan secara maksimal sehingga akan mempercepat proses penyelesaian konflik antar umat beragama. Disamping itu pemberdayaan tersebut dimaksudkan untuk lebih memberikan bobot/warna tersendiri dalam menciptakan ukhuwah (persatuan dan kesatuan ) yang hakiki, tentang tugas dan fungsi masing-masing lembaga keagamaan dalam masyarakat sebagai perekat kerukunan antar umat beragama.
2. Membimbing umat beragama agar makin meningkat keimanan dan ketakwaan mereka kepada Tuhan Yang Maha Esa, dalam suasana rukun baik intern maupun antar umat beragama.
3. Melayani dan menyediakan kemudahan bagi para penganut agama.
4. Tidak mencampuri urusan akidah/dogma dan ibadah sesuatu agama.
5. Mendorong peningkatan pengamalan dan penuaian ajaran agama.
6. Melindungi agama dari penyalahgunaan dan penodaan.
7. Mendorong dan mengarahkan seluruh umat beragama untuk hidup rukun dalam bingkai Pancasila dan konstitusi dalam tertib hukum bersama.
8. Mendorong, memfasilitasi dan mengembangkan terciptanya dialog dan kerjasama antara pimpinan majelis-majelis, dan organisasi-organisasi keagamaan dalam rangka untuk membangun toleransi dan kerukunan antar umat beragama.
9. Mengembangkan wawasan multikultural bagi segenap lapisan dan unsur masyarakat melalui jalur pendidikan, penyuluhan dan riset aksi.
10. Meningkatkan pemberdayaan sumber daya manusia (pemimpin agama dan pemimpin masyarakat lokal) untuk ketahanan dan kerukunan masyarakat bawah.
11. Fungsionalisasi pranata lokal, seperti adat istiadat, tradisi dan norma-norma sosial yang mendukung upaya kerukunan umat beragama.
12. Mengundang partisipasi semua kelompok dan lapisan masyarakat agama sesuai dengan potensi yang dimiliki masing-masing, melalui kegiatan-kegiatan dialog, musyawarah, tatap muka, kerjasama sosial dan sebagainya.
13. Bersama-sama para pemimpin majelis-majelis agama, seperti Majelis Ulama Indonesia (MUI), Persekutuan Gereja-gereja di Indonesia (PGI), Konfrensi Wali Gereja Indonesia (KWI), Parishada Hindhu
Dharma Indonesia (PHDI), dan Perwakilan Umat Budha Indonesia (WALUBI), Majelis Tinggi Agama Khonghuchu Indonesia (MATAKIN), Departemen agama melalui Badan Litbang Agama dan Diklat Keagamaan melakukan kunjungan bersama-bersama ke berbagai daerah dalam rangka berdialog dengan umat di lapisan bawah dan memberikan pengertian tentang pentingnya membina dan mengembangkan kerukunan umat beragama.
14. Melakukan mediasi bagai kelompok-kelompok masyarakat yang dilanda konflik, (misalnya; kasus Ambon dan Maluku Utara) dalam rangka untuk mencari solusi bagi tercapainya rekonsiliasi, sehingga konflik bisa diberhentikan dan tidak berulang di masa depan.
15. Memberi sumbangan dana (sesuai dengan kemampuan), kepada kelompok-kelompok masyarakat yang terpaksa mengungsi dari daerah asal mereka, karena dilanda konflik sosial dan etnis yang dirasakan pula bernuansakan keagamaan.
16. Membangun kembali sarana-sarana ibadah (Gereja dan Mesjid) yang rusak di daerah-daerah yang masyarakatnya terlibat konflik, sehingga mereka dapat mefungsikan kembali rumah-ruumah ibadah tersebut. 

Dari uraian di atas dapat dipahami, bahwa untuk menciptakan dan memelihara kerukunan umat beragama, diperlukan upaya dan usaha yang sungguh-sungguh dan dibutuhkan kerja sama dari semua pihak baik dari umat beragama itu sendiri, pemuka agama serta pemerintah yang berwenang. Pemerintah sebagai pihak yang berwenang melalui Menteri Agama dan Menteri Dalam Negeri telah mengeluarkan ”Peraturan Bersama No. 9 dan No. 8 Tahun 2006 tentang pedoman pelaksanaan tugas kepala daerah dalam pemeliharaan kerukunan umat beragama, pemberdayaan Forum Kerukunan Umat Beragama (FKUB), dan pendirian rumah ibadah. Peraturan bersama ini telah ditanda tangani dan disahkan pada tanggal 21 Maret 2006”. 

Salah satu point dari peraturan bersama itu adalah pemberdayaan Forum Kerukunan Umat Beragama (FKUB). Melihat program kerja yang menjadi agenda kerja Forum Kerukunan Umat Beragama (FKUB), maka semua upaya yang menyangkut kerukunan umat beragama sudah terangkum dalam program kerja Forum Kerukunan Umat Beragama (FKUB). Dengan demikian melalui Forum Kerukunan Umat Beragama(FKUB) ini diharapkan akan tercipta keamanan dan ketertiban antar umat beragama, ketentraman dan kenyamanan di lingkungan masyarakat berbangsa dan bernegara.

Dalam rangka mewujudkan kerukunan hidup umat beragama agar senantiasa tetap terpelihara, maka masing-masing pihak baik dari umat beragama, tokoh agama/pemuka agama, maupun pemerintah setempat harus memperhatikan upaya-upaya yang harus dilakukan demi terwujudnya kerukunan hidup umat beragama.  

Berikut ini peranan dan upaya yang harus dilakukan umat beragama dalam rangka mewujudkan kerukunan hidup umat beragama. Mengingat kegiatan keagamaan seperti ”pendirian rumah ibadah, penyiaran agama, bantuan luar negeri, perkawinan beda agama, perayaan hari besar keagamaan, penodaan agama, kegiatan aliran sempalan, yang dapat menjadi penyebab timbulnya kerawanan konflik di bidang kerukunan hidup umat beragama”. 

Oleh sebab itu umat beragama harus mengantisipasi dan berupaya agar kerawanan di atas jangan sampai terjadi. Masalah pendirian rumah ibadah misalnya, umat beragama harus mempertimbangkan situasi dan kondisi lingkungan umat beragama setempat dan mematuhi peraturan yang telah ditetapkan pemerintah sebelum mendirikan tempat ibadah, agar tidak menimbulkan konflik antar umat beragama. 

Kemudian masalah penyiaran agama, umat beragama harus memperhatikan peraturan yang telah ditetapkan pemerintah mengenai tata cara penyiaran agama yang baik dengan tidak memaksakan umat lain untuk memeluk agama atau keyakinan masing-masing. Apalagi ditujukan pada orang yang telah memeluk agama lain. Mengenai bantuan luar negeri umat beragama juga harus mengikuti peraturan yang ada, baik bantuan luar negeri untuk pengembangan dan penyebaran suatu agama, baik bantuan materi finansial ataupun bantuan tenaga ahli keagamaan, jika tidak maka ketidakharmonisan dalam kehidupan umat beragama akan timbul. 

Terhadap perkawinan beda agama walaupun pada mulanya bersifat pribadi dan konflik antar keluarga. Hal ini tidak dapat dipungkiri bahwa kasus ini pula dapat mengganggu keharmonisan dan kerukunan hidup umat beragama. Maka hal terpenting yang harus dilakukan umat beragama yakni benar-benar memperhatikan peraturan yang telah ditetapkan pemerintah agar kerukunan hidup umat beragama tetap terpelihara. 

Begitu pula terhadap perayaan hari besar keagamaan, penodaan agama, dan kegiatan aliran sempalan yang sangat rawan sehingga dapat menimbulkan konflik antar umat beragama. Maka upaya yang dilakukan umat beragama yakni benar-benar memahami dan memperhatikan peraturan yang telah ditetapkan pemerintah, disamping menanamkan sikap toleransi saling menghargai, dan membina hubungan yang harmonis diantara umat beragama.

Kemudian peran serta upaya yang harus dilakukan tokoh agama atau pemuka agama, agar kerukunan hidup umat beragama dapat terwujud dan tetap terpelihara yaitu :
1.Terhadap Kepala Desa/Tokoh Agama/Tokoh Masyarakat tingkat Desa :
a. Apabila melihat,mendengar atau mengetauhi telah terjadi kerawanan di bidang kerukunan hidup umat beragama, mereka harus segera turun kelapangan untuk mengidentifikasi kerawanan itu; apa masalahnya, dimana terjadi, waktu kejadian, apa sebabnya dan siapa saja terlibat dalam kerawanan tersebut.
b. Berusaha menormalisir keadaan berdasarkan kebijaksanaan pemerintah sesuai dengan wewenang dan tanggung jawab selaku aparat Departemen Agama. Kepala Desa berkonsultasi dan berkoordinasi dengan Tripika, tokoh agama/tokoh masyarakat setempat. Hasil identifikasi dan langkah-langkah yang telah dilaksanakan untuk menanggulangi kerawanan/krisis dituangkan dalam laporan singkat, ditandatangani oleh Kepala/Wakil/Tokoh Masyarakat setempat kemudian dikirimkan kepada kepala KUA/Camat setempat
masing-masing dan tembusannya dikirim kepada Kepala Kandepag Kabupaten/Kota setempat dengan Faxsimile (melalui Wartel terdekat). 

Kemudian peran serta dan upaya-upaya yang harus dilakukan pemerintah, agar kerukunan hidup umat beragama dapat terwujud dan tetap terpelihara yaitu :
1. Pemerintah tidak mencampuri masalah Akidah
Di dalam memberikan bimbingan, pembinaan dan pelayanan tersebut, pemerintah sama sekali tidak mencampuri masalah akidah dan kehidupan intern masing-masing agama dan pemeluknya. Namun pemerintah perlu mengatur kehidupan ekstern mereka, yaitu dalam hubungan kenegaraan dan hubungan antar pemeluk agama yang berbeda dari warga negara Republik Indonesia.
2. Agama dan syariat Agama dihormati dan didudukkan dalam nilai asasi dalam kehidupan bangsa dan negara.
Dalam kegiatan kenegaraan dan praktek ketatanegaraan, ajaran dan pengamalan serta upacara agama sangat berperan dan dihormati. Hukum agama dijunjung tinggi, hingga mempunyai kedudukan asasi (lihat UU No. 1/1974 pasal 2 ayat 1 ; UU No. 28/1977, UU No. 15 tahun 1961 pasal 11 ayat 2, UU No. 13 tahun 1961 pasal 13 UU No. 22/1946 jo 32/1954, dan UU Darurat No. 1/1951 jis UU No. 1/1961, P.P. No. 45 tahun 1957)
3. Melayani dan menyediakan kemudahan bagi agama Islam, Kristen, Protestan, Katolik, Hindu dan Budha.
Pemerintah dalam batas dan kemampuannya yang ada bertugas mengadakan fasilitas kehidupan beragama antara lain berupa rumah-rumah ibadah, kitab-kitab suci, penataran dan peningkatan mutu bagi petugas-petugas/rohaniawan-rohaniawan yang ada. Pengadaan sarana-sarana tersebut disamping membantu memenuhi kebutuhan-kebutuhan untuk tempat ibadah dan kitab-kitab suci, juga diarahkan untuk membimbing dan merangsang para pemeluk agama untuk mengadakan sendiri kebutuhan-kebutuhan tersebut.
4. Setiap pemeluk agama bebas memeluk agamanya, dan beribadah menurut agama dan kepercayaan itu.
Kebebasan beragama dan melakukan ibadah merupakan hak asasi setiap manusia. Bahkan merupakan hak asasi yang paling dalam. Dalam beberapa kesempatan dinyatakan oleh Bapak Presiden bahwa hak/kebebasan beragama menjalankan ibadah adalah bukan pemberian dari negara atau pemerintah. Hal ini adalah milik hak dan hak setiap warga negara. Dalam hal ini pemerintah berkewajiban menjaga agar pelaksanaan hak-hak tersebut tidak saling bertubrukan, sehingga justru menimbulkan dan mengurangi kebebasan itu sendiri. Dengan perkatan yang lain, penggunaan kebebasan beragama tersebut harus dilakukan secara ”bertanggung jawab”
5. Pemerintah ikut memikul tanggul jawab dalam pembinaan kerukunan hidup umat beragama.
Kerukunan hidup umat beragama merupakan prasyarat bagi stabilitas dan persatuan bangsa. Stabilitas dan kesatuan bangsa merupakan syarat berhasilnya pembangunan nasional. Untuk itu maka pembinaan kerukunan hidup umat beragama menjadi prioritas pembangunan nasional khusunya pembangunan di bidang agama. Dan ini tetap dinyatakan dalam ketetapan MPR No IV/MPR/978 dan No. II/MPR/1983 tentang Garis-garis Besar Haluan Negara.
6. Dalam melayani kehidupan beragama dan pembinaan kerukunan hidup umat beragama, pemerintah memperhatikan keanekaragaman ajaran-ajaran agama.
Keanekaragaman ini dapat berupa kondisi ”ajaran agama” dalam memandang negara, bangsa dan masyarakat, kondisi kemampuan dan jumlah pemeluk dari suatu agama.
7. Agama dilindungi dari penyalahgunaan dan penodaan.
Dengan Undang-Undang No. 1/PNPS/1965, agama-agama di Indonesia dilindungi dari penyalahgunaan pemakaian istilah agama, penafsiran dan pemahaman yang sengaja salah, penodaan ajaran dan penghinaan ajarannya serta perlindungan dalam pengamalannya dalam masyarakat.

Pemahaman yang original dan rasional dikembangkan untuk mendapat manfaat kenikmatan hidup beragama di dunia dan akherat.

Demikian peran dan upaya yang harus dilakukan oleh berbagai pihak baik umat beragama, tokoh agama/pemuka agama, dan dari pihak pemerintah. Apabila masing-masing pihak dapat berperan aktif dan melakukan upaya tersebut dengan maksimal, maka kerukunan hidup antar umat beragama akan terwujud dan senantiasa tetap tepelihara.