1. Ketua Lembaga Kajian Sosial Masyarakat (LKSM) - Cabang Solok

2. Sekretaris Forum Redam Korupsi (FORK) – Cabang Solok

Jumat, 14 Juni 2013

Kemiskinan, Fenomena Sosial Sepanjang Sejarah

Miskin, khususnya miskin dalam arti yang sesungguhnya yaitu miskin secara ekonomi dan finansial, merupakan sebutan yang menggambarkan suatu kondisi yang sangat tidak asing dan familiar hampir di seluruh belahan dunia. Sebagai sebuah fenomena yang tidak pernah terlepas dari kehidupan manusia sebagai mahkluk sosial, maka usaha berbagai kalangan untuk mempelajari lebih dalam tentang kemiskinan terus berkembang hingga saat ini. Definisi tentang kemiskinan dideskripsikan oleh setiap orang dengan bahasanya masing-masing, tergantung latar belakang dan tujuan serta sudut pandang kenapa definisi tersebut dibuat. Oleh sebab itu, maka definisi kemiskinan dalam teori kemiskinan tidak selalu lengkap mencakup seluruh aspek. Drewnowski dalam artikel yang berjudul “Definisi, Penyebab dan Indikator Kemiskinan” ditulis oleh Ichwan Muif, menggunakan indikator-indikator sosial untuk mengukur tinggkat kebutuhan seseorang, seperti kebutuhan akan makanan, tempat tinggal dan kesehatan. Namun, dapat diambil suatu kesimpulan bahwa definisi dari kemiskinan secara umum adalah menggambarkan keadaan ketika seorang atau sekelompok orang tidak mampu memenuhi standar kebutuhan hidup seperti sandang, pangan dan papan.
Berbicara tentang kemiskinan adalah berbicara tentang fenomena sepanjang sejarah yang sangat kompleks dan sistematis. Fenomena kemiskinan dapat didorong oleh dua faktor  secara umum, yaitu faktor internal dan faktor eksternal. Faktor internal (dari dalam diri individu) dapat berupa ketidakmampuan fisik, intelektual, mental, emosional, spritual, dan lain-lain yang berasal dari diri individu itu sendiri. Sedangkan faktor eksternal (dari luar diri individu) berupa terbatasnya pelayanan dasar, keterbatasan hak individu, terbatasnya lapangan pekerjaan, kebijakan yang tidak pro masyarakat kecil, dan lain-lain. Jika sudah demikian, lalu seperti apa dampak dari kemiskinan yang dapat kita amati bahkan kita rasakan? Triana, dalam artikelnya yang berjudul “Kemiskinan, dan Hak-hak Rakyat Yang Dirampas” mendeskripsikan dampak kemiskinan yang sangat kompleks, terutama terhadap bidang pendidikan, kesehatan, pelayanan publik dan ekonomi. Di bidang pendidikan, kemiskinan telah membuat jutaan anak-anak tidak bisa mengenyam pendidikan yang berkualitas, di bidang kesehatan masyarakat kesulitan membiayai kesehatan,di bidang ekonomi masyarakat masyarakat bahkan tidak memiliki tabungan dan tidak adanya investasi, kurangnya akses ke pelayanan publik, kurangnya lapangan pekerjaan, kurangnya jaminan sosial dan perlindungan terhadap keluarga, menguatnya arus urbanisasi ke kota, dan yang lebih parah, kemiskinan menyebabkan jutaan rakyat memenuhi kebutuhan pangan, sandang dan papan secara terbatas. Lebih jauh lagi, kemiskinan bahkan menyebabkan masyarakat desa rela mengorbankan apa saja demi keselamatan hidup (Scott dalam Triana : 2007).
Jika ditelusuri mulai dari faktor penyebab kemiskinan, dampak kemiskinan, sampai pada kebijakan negara dalam menaggulangi kemiskianan, maka kemiskinan itu dapat digambarkan seperti sebuah lingkaran, khususnya di negara sedang berkembang seperti halnya di Indonesia dimana mekanisme pembuatan kebijakan publik oleh pemerintah yang berhubungan dengan kepentingan masyarakat masih sangat sarat dengan kepentingan serta minim akuntabilitas, karena hukum yang tidak berjalan pada jalurnya. Lebih dari itu, masalah kemiskinan semakin diperburuk oleh perilaku sebagian masyarakat yang tidak mendukung kebijakan yang telah ada, seperti sikap acuh yang tergambar dari minimnya partisipasi masyarakat, kualitas sumber daya manusia (SDM) yang belum mendukung, serta mental masyarakat yang masih terbelakang dan tidak terbuka terhadap perubahan. Demikian seterusnya gambaran dari masalah kemiskinan yang terus saja berlangsung dari waktu dan waktu yang dapat digambarkan seperti sebuah lingkaran. Fenomena sosial yang paling dominan sepanjang sejarah ini memang selalu menarik untuk diperbincangkan, mulai dari seluk beluknya serta aspek-aspek yang terlibat di dalamnya. 
         Pada dasarnya, terdapat beberapa solusi yang dapat dijadikan sebagai pedoman dalam menyusun kebijakan untuk menanggulangi masalah kemiskinan dan dalam usaha memutuskan lingkaran kemiskinan di Indonesia, khususnya bagi pemerintah sebagai pihak yang berwenang menyusun kebijakan. Adapun solisi-solusi yang dimaksudkan tersebut dapat berupa upaya pemerintah dalam mendukung dan meninggkatkan industri padat karya melalui sistem administrasi dan perijinan yang lebih fleksibel dan efisien sehingga dapat menambah lapangan pekerjaan bagi masyarakat, meninggkatka partisipasi masyarakat terhadap kebijakan pemerintah dengan sosialisasi yang tepat, pemanfaatan sumber daya alam dengan efektive dan efisien, membekali masyarakat dengan keterampilan dalam rangka meninggkatkan kualitas sumber daya manusia (SDM) agar lebih siap terhadap perubahan serta memiliki pola pikir yang lebih modern, dan dapat juga sosialisasi bagaimana upaya berinvetasi kepada masyarakat dalam meninggkatkan pembangunan ekonomi. Namun lebih dari itu, Masalah kemiskinan memang merupakan masalah bersama yang tidak dapat diserahkan hanya pada sekelompok orang  saja. Dalam kehidupan bernegara, maka elemen-elemen yang berhubungan langsung dengan masalah kemiskinan adalah pemerintah dan masyarakat, dimana kedua pihak ini dituntut harus mampu  berkoordinasi dengan baik dalam mendukung perannya masing-masing, yaitu pemerintah sebagai perancang kebijakan serta masyarakat sebagai sasaran dari kebijakan tersebut, sehingga dapat tercapai suatu tujuan yang sesuai dengan perencanaan dan harapan masing-masing pihak yang bersangkutan. Dan bukan malah seperti fakta yang seringkali ditemukan tatkala para pihak yang tidak bertanggungjawab menjadikan kemiskinan sebagai situasi komersil untuk mendapatkan keuntungan pribadi tanpa memperhitungkan kehidupan masyarakat yang kurang mampu yang kemudian berimplikasi pada perekonomi daerah dan negara.